TEORI-TEORI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI

 

TEORI-TEORI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI

MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH: KOMUNKASI INTERPERSONAL

DOSEN PENGAMPU: FATHIYA HASYIFAH SIBARANI, S. KOM., M. KOM

DISUSUN OLEH

NAMA        : MAYALIANA   

NIM           : 0601182113

KELAS       : IP-2

SEMESTER       : VI

 

Gambar terkait

PRODI ILMU PERPUSTAKAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas  bagi kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami tepat pada waktunya. Tak lupa, sholawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Komunikasi Interpersonal pada semester VI dengan mengangkat tema “Teori-Teori Komunikasi Antarpribadi”. Diharapkan, makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang Teori-Teori Komunikasi Antarpribadi.

Mungkin dalam penyusunan makalah ini, terdapat banyak kesalahan di dalamnya, maka dari itu kami harapkan kritik serta saran yang membangun sehingga di kemudian hari akan menjadi lebih baik. Kami berharap agar makalah ini akan bermanfaat bagi pembaca.

 

 

Medan, 11 Juni 2021

Disusun oleh,

 

 

Penulis

 


 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR.. i

DAFTAR ISI ii

BAB I 1

PENDAHULUAN.. 1

A.   Latar Belakang. 1

B.   Rumusan Masalah. 1

C.   Tujuan. 1

BAB II 2

TEORI-TEORI KOMUNIKASI INTERPERSONAL. 2

D.   Teori Dramaturgi 2

B.   Teori Interaksionisme. 5

BAB III 9

PENUTUP. 9

A.   Kesimpulan. 9

B.   Saran. 9

DAFTAR PUSTAKA. 10

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Manusia sebagai mahluk sosial, tidaklah hidup dalam lingkungan yang hampa. Dalam kehudupan sehari-hari, baik sebagai anggota keluarga maupun sebagai anggota kelompok masyarakat selalu melakukan interaksi dengan orang lain. Proses komunikasi ini terjadi melalui komunikasi nlisan dan tertulis.

Dalam ilmu komunikasi, salah satu ranah kajian adalah komunikasi antarpribadi. Komunikasi jenis ini mengandaikan adanya hubungan interaksi antara personal dengan personal dengan beragam tujuan dan latar belakang. Hubungan macam tersebut, menghadirkan karakteristik-karakteristik tertentu. Pada keseharian, ranah kajian ini merambah dalam interaksi sosial pergaulan maupun profesionalitas profesi. Banyak profesi yang sebenarnya memerlukan kepandaian dan kecakapan komunikasi intrapribadi. Untuk inilah, pentingnya bagi setiap orang sebenarnya dengan beragam latar belakang ilmu untuk memahami sekaligus mengaplikasikan pengetahuan tentang komunikasi intrapribadi.

 

B.   Rumusan Masalah

1.    Bagaimana konsep Teori Dramaturgi dalam teori komunikasi antarpribadi?

2.    Bagaimana konsep Teori Interaksionisme dalam teori komunikasi antarpribadi?

 

 

C.   Tujuan

1.    Untuk mengetahui konsep Teori Dramaturgi dalam  teori komunikasi antarpribadi

2.    Untuk mengetahui konsep Teori Interaksionisme dalam teori komunikasi antarpribadi

 


 

BAB II

TEORI-TEORI KOMUNIKASI INTERPERSONAL

Sudah kita ketahui bahwa komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang lebih menekankan pada pemahaman seseorang atau secara personal. Jalinan sama lainnya memiliki hubungan yang sudah dekat. Kedekatan itu telah melahirkan satu keterbukaan dan tanggapan. Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa jauh atau dekatnya hubungan sangar menentukan terhadap berhasil tidaknya sebuah komunikasi, seperti salah satunya dalam komunikasi antarpribadi ini. Ada beberapa teori yang bisa memberikan pemahaman dalam melangsungkan komunikasi, terutama komunikasi antarpribadi.

D.   Teori Dramaturgi

Teori ini diperkenalkan oleh Erving Goffman yang menjelaskan bahwa identitas manusia bisa saja berubah-ubah sesuai dengan interaksi yang terjadi. Manusia memiliki banyak peran yang ditampilkan. Peran itu disesuaikannya dengan kondisi dan situasi yang dihadapinya. Manusia bisa saja memanipulasi peran guna keberlangsungan kepentingan dan tujuan pesan yang diinginkan atau sebaliknya. Oleh sebab itu, dalam komunikasi antarpribadi orang bisa saja berkomunikasi seperti halnya pertunjukan teater. Dalam berkomunikasi, manusia bisa saja menggabungkan karakteristik personalnya atau memanipulasi identitas supaya tujuan atau kepentingannya tercapai. Artinya, orang sebelum melakukan pembicaraan atau berkomunikasi dengan orang lain pasti terlebih dahulu mempersiapkan segala perihal yang dibutuhkan sehingga pesan-pesan yang disampaikan dapat tercapai. Menurut Goffman, ketika dalam melakukan komunikasi, orang akan mengembangkan perilaku-perilaku guna tercapainya maksud dari tujuan pesan yang disampaikan. Jadi, ketika berkomunikasi dan berinteraksi diri bukan milik dengan pertunjuk nalnya aktor yang berkomunikasi, tetapi lebih dari hasil interaksi atau komunikasi di antara seseorang atau aktor.

Setiap berkomunikasi masing-masing pasti mempunyai persiapan-persiapan sehingga tidak terjadi gangguan atau pengaruh. Dengan demikian, dalam melakukan komunikasi dan interaksi masing-masing sedang mempersiapkan diri dengan manajemen pengaruh, supaya tujuan dan maksud masing- masing bisa tercapai. Secara langsung, dalam berkomunikasi atau berinteraksi sebenarnya seseorang hampir mirip sedang melakukan pertunjukan dan masing-masing memainkan peranannya dengan manajemen pengaruh tadi. Misalnya akan terlihat adanya persiapan kata, tindakan nonverbal dan seterusnya sehingga muncul kesan dari pesan dapat ditanggapi sesuai dengan tujuan dari pesan yang diungkapkan. Tindakan- tindakan yang muncul dalam persiapan berkomunikasi Goffman mengistilahkan dengan "impression management".

Sehubungan dengan melakukan interaksi dan komunikasi mirip dengan pertunjukan itu, maka Goffman memilah-milah bagian-bagian yang muncul dalam layaknya sebuah pertunjukan, di antaranya bagian panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage). Panggung depan (front) merupakan atribut-atribut yang digunakan sehingga dengan mudah bagi yang menyaksikan bisa mendefinisikan secara mudah dari sebuah pertunjukan. Misalnya, dalam berkomunikasi aktor menggelengkan kepala sebagai atribut yang dipakai, yang dapat diterjemahkan sebagai bentuk mengatakan tidak setuju atau tidak menyukai.

Secara khusus, Goffman membagi front stage menjadi dua bagian setting dan front personal. Setting mengacu pada pemandangan fisik yang harus ada ketika aktor melakukan interaksi, misalnya seorang konselor mesti ada ruangan yang ditatanya menunjukkan kegiatan sebagai konselor, sehingga orang meyakini bahwa dia sedang berhadapan dengan konselor. Sementara itu, front personal adalah tanda-tanda khusus yang digunakan ketika melakukan kegiatan konseling, misalnya dengan adanya buku kontrol atau percakapan yang sedang tertutup dan seterusnya.

Oleh sebab, dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang berkomunikasi atau mengungkapkan maksudnya, maka di hadapan komunikan atau komunikator bisa saja melakukan akting-akting. Bahkan, akting itu bisa berbeda dengan apa yang telah dipersiapkannya karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Artinya, akan terjadi perbedaan akting saat aktor (komunikator-komunikan) yang berada di atas panggung (front stage) atau dalam berkomunikasi dengan di belakang panggung (back stage) ketika satu sama lain berhadapan.

Perbedaan akting akan dapat dilihat melalui raut wajah, ungkapan nonverbal seperti melalui gerak-gerik tubuh atau dari susunan kata atau kalimat yang ditatanya. Mengapa bisa berubah? Karena seseorang ketika berada di panggung front stage dia dilihat dan diperhatikan oleh penonton, dalam komunikasi dilihat oleh komunikannya. Ketika dilihat maka ia akan melakukan manipulasi dan membangun perbedaan-perbedaan tersebut sehingga bisa tercapai tujuan yang dimaksud. Karena dilihat oleh orang (komunikator-komunikan) maka dia akan menyusun-berakting dengan sangat tersusun dan dipersiapkan sebagaimana baiknya. Di lain pihak, seseorang juga mempunyai back stage (panggung belakang), yang mana kondisinya tidak dilihat oleh orang lain sehingga dapat berperilaku bebas atau bebas membangun aktingnya.

Dari apa yang diuraikan di atas dapat ditangkap bahwa saat berinteraksi, seseorang tampil menjadi aktor yang dapat diterima oleh orang lain. Aktor dapat mempunyai dua peran yang disebut front stage (depan) dan back stage (belakang). Peran depan adalah bagian yang tampak yang bisa ditangkap dari seorang aktor ketika membuat hubungan atau aktivitas dengan orang lain. Jika dia berkomunikasi maka keseluruhan yang muncul dari proses itu disebut front stage yang dapat disaksikan. Sementara bagian yang disembunyikan yang tidak dapat diungkapkan atau tindakan informasi yang muncul, seperti mengerut kening atau menatap jauh ke depan dan sebagainya.

Kata Goffman (Ritzer& Godman, 2005: 300-302) dalam front stage harus ada dua hal yang dibedakan, yaitu setting dan front personal. Setting merupakan ekspresi fisik sedangkan front personal merupakan "alat" atau media yang yang muncul, digunakan. Jika dicermati, dalam melakukan komunikasi atau interaksi seseorang dengan orang lain, pada hakikatnya orang-orang tersebut sedang menghindari dan menyembunyikan sesuatu atau watak aslinya dalam berhadapan dengan yang lain, mencoba menutupi supaya muncul keyakinan bahwa seseorang itu punya peran sesuai dengan peran yang pegangnya. Di samping itu, masing-masing juga cenderung untuk menyimpan kesalahan-kesalahan seorang sopir taksi kalau dia salah jalan, untuk tidak dimarahi atau supaya tidak terkesan dia salah jalan maka ia berkilah di yang dilakukan, misalnya jalan sana macet atau jelek dan sebagainya. Banyak hal yang bisanya ditutupi oleh seseorang ketika melakukan interaksi atau komunikasi. Hal ini karena dalam berhadapan dengan orang lain masing-masing saling membuat sesuatu hal yang meyakinkan.

Oleh sebab itu, teori dramaturgi pada intinya menjelaskan manajemen pengaruh yang dibangun oleh aktor yang berkomunikasi. Untuk menghindari pengaruh dari faktor- factor lain, seseorang dengan berbagai cara melakukan tindakan- yang meyakinkan. Ketika melakukan tindakan yang meyakinkan, maka di saat itu aktor bukan berperan kan dirinya, melainkan dikehendaki oleh tuntutan yang dihadapinya. Tindakan.

Dengan adanya dua panggung yang muncul dalam interaksi atau komunikasi seseorang, maka dalam memaknai tindakan- tindakan yang terjadi, tindakan itu tidak hanya dimaknai melalui melalui verbal, tetapi juga melalui nonverbal, atau melihat situasi-situasi yang dibangun oleh seseorang. Untuk itu, perhatian-perhatian ini bisa menjadi alat bantu untuk memahami makna dibalik situasi yang dibangun. Sebab, seseorang dapat saja mengatakan iya, padahal sebaliknya bukan demikian, tetapi karena terpaksa dia harus mengatakan iya. Untuk itu, aktor atau seseorang harus memerhatikan aspek-aspek penampilan tidak hanya terfokus pada ungkapan-ungkapan verbal, tetapi juga perhatian di luar ungkapan verbal tersebut.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan relasi, interaksi, atau komunikasi. Aktor tidak selalu berada dalam kondisi yang sebenarnya karena aktor bertindak sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapinya. Hanya bisa dilihat dari tampilan-tampilan fisik yang dilengkapinya menjadikan suatu indikasi tentang siapa aktor tersebut. Oleh sebab itu, menurut Goffman ada yang harus ditangkap dari pengelolaan pesan dari aktor.

B.   Teori Interaksionisme

Simbolik Tokoh utama dari teori ini adalah Hebert Mead yang mengulas teori ini dalam bukunya berjudul Mind, Self, and Society. Menurut beberapa tokoh teori interaksionisme simbolik, seperti Blumer, Rose, dan Snow sebagaimana dikutip oleh Ritzer dan Goodman (2005: 289) menyimpulkan beberapa prinsip dasar, sebagai berikut.

1)    Menghargai kemampuan manusia dalam berpikir.

2)    Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi dan komunikasi sosial.

3)    Ketika berinteraksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol.

4)    Simbol yang dimaknai memungkinkan melanjutkan interaksi.

5)    Manusia bisa mengubah arti dan simbol sesuai dengan penafsiran mereka dan kepentingan.

6)    Di samping itu, manusia juga mampu membuat kebijakan memodifikasi atau mengubah simbol-simbol tersebut.

7)    Kemudian pola atau simbol dan arti yang saling terkait akan membentuk kelompok dari sebuah masyarakat yang sama-sama memiliki pengertian dan makna yang sama dari simbol tersebut.

Dalam memahami komunikasi antarpribadi, teori interaksionisme simbolik memiliki arti penting untuk dijadikan sebagai pendekatan dalam memahami komunikasi ini. Terutama melalui pendekatan-pendekatan yang dikemukakan oleh Mead. Komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi persuasif dalam proses kehidupan manusia, komunikasinya penuh dengan pemaknaan dan keterbukaan. Oleh sebab itu, dalam memahami komunikasi ini perlu diketahui berbagai tindakan dan proses yang terjadi dalam komunikasi. Tindakan yang terjadi dalam komunikasi pun harus dipahami dan diartikan sehingga makna pesan dari komunikasi itu dapat dipahami. Komunikasi dapat dipahami sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh manusia. Tindakan itu gunanya untuk mendapatkan respons atau pengakuan dari yang lain.

Menurut Mead, setiap tindakan selalu melalui empat lain. tahap, yang mana keempat tahap ini saling berhubungan (Ritzer &, 2005: 274-276).

Tahap pertama, dinamakan oleh Mead dengan tahap impuls, yaitu dorongan hati seseorang untuk melakukan sesuatu. Orang berkomunikasi atau mengungkapkan perasaannya dan bahkan mau membuka dirinya pastilah ada motif yang mendorongnya. Dorongan itu bisa diakibatkan oleh ketidaknyamanan atau oleh ketidaksanggupan seseorang dalam menghadapi permasalahan atau ingin menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya, sehingga melahirkan kesadaran untuk mengungkapkan kepada orang lain dengan tujuan supaya mendapatkan bantuan atau penyelesaian.

Tahap kedua, disebut Mead dengan tahap persepsi. Taham ketika seseorang memahami kondisi dan pihak yang dilibatkannya dalam berkomunikasi. Di sini kapasitas manusia adalah memahami stimulus melalui pendengaran, senyuman, rasa, dan sebagainya. Setelah memahami, akan ada penyusunan- penyusunan atau langkah-langkah yang akan dimunculkan atau kesimpulan atau keputusan yang akan diambil. Persepsi ini sangat penting dalam membuat hubungan dengan orang lain. Apalagi hubungan itu dikaitkan dengan pembicaraan yang diharapkan dapat mengubah atau memberikan kontribusi dalam menyelesaikan sebuah problem. Mungkin tadi seseorang membuka dirinya berdasarkan stimulus ingin menyelesaikan masalahnya dengan seseorang, kemudian pada tahap persepsi akan muncul penilaian-penilaian dari berbagai aspek, penilaian terhadap lawan bicara, mulai dari bentuk kata-kata yang diungkapkan sampai pada apresiasi yang diberikannya.

Tahap ketiga disebut Mead dengan tahap manipulasi, yaitu tahap ketika seseorang saatnya mengambil keputusan atau tindakan atas persepsi yang sudah dibangunnya. Di sinilah dapat dipahami bahwa dalam berkomunikasi sebenarnya manusia saling menentukan tindakannya dari sebuah kesimpulan yang dibangun melalui persepsi itu. Tindakan itu dapat diperoleh atau ditangkap melalui berbagai aspek. Misalnya berhenti berbicara dan mendengarkan lawan bicaranya atau memutuskan untuk mengambil sebuah kesimpulan sehingga terjadi perubahan-perubahan dari apa yang sudah direncanakan. Pada tahap ini berbagai kemungkinan bisa saja terjadi, tidak mesti sesuai dengan rencana semula. Rencana dari pesan- pesan yang disampaikan bisa berubah. Di sinilah pentingnya diperhatikan proses komunikasi itu berjalan, satu sama lain harus membangun perhatian sehingga tindakan diambil atau dimanipulasi tidak salah.

Tahap keempat adalah tahap konsumsi, yaitu tahap memutuskan untuk merealisasikan dari kesimpulan. Tindakannya sudah tertentu dan dilaksanakan. Setelah mengakumulasi semua komponen impuls, persepsi, dan sampai pada manipulasi akhirnya terkonstruksilah sebuah keputusan yang diwujudkan dalam realitas. Hubungan dalam berkomunikasi tidak lagi dalam tahapan analisis, tetapi sudah memutuskan berbuat dan bertindak. Tindakan itu sudah nyata. Tidak hanya sekadar menangkap kata dan isyarat- siyarat yang muncul, tetapi telah menyimpulkan dan dari kesimpulan itu semua sudah diambil tindakan.Tindakan itu bisa berbentuk komunikasi bisa pula berbentuk aktivitas dan sebagainya.

Dapat disimpulkan, dalam melaksanakan komunikasi ada dorongan yang menyebabkan terjadinya komunikasi itu, motif yang mendorong seseorang untuk dapat mengungkapkan hasrat atau pesan pada seseorang. Setelah terjadi peristiwa komunikasi, satu sama lain membangun persepsi atau menyelidik untuk mendapatkan pemahaman satu dengan yang lainnya. Dari pemahaman itu muncul manipulasi atau disebut juga strategi untuk menentukan tindakan. Tindakan itu kemudian direalisasikan.

Dalam KAP, memerhatikan semua tindakan yang muncul adalah suatu keharusan, sebab dalam mengambil keputusan sebagian dari proses yang terjadi adalah hal yang dilaksanakan sangat penting, supaya hasil komunikasi menemukan tujuan yang diharapkan. Apalagi komunikasi itu dilaksanakan untuk tujuan mengubah sikap atau memberikan nasihat pada orang lain, tentu perhatian dan memberikan makna dari seluruh sikap-isyarat adalah hal yang amat penting yang dilakukan.

Mead menyebut sikap-isyarat dengan istilah gesture sebagai mekanisme dasar dalam bertindak atau berkomunikasi, kemudian dari tindakan itu menjadi motif atau rangsangan yang menimbulkan tanggapan oleh pihak kedua atau selanjutnya (komunikan). Gerak-isyarat ini menjadi simbol signifikan yang sangat bermakna. Oleh sebab itu, simbol harus diterjemahkan dan diinterpretasikan.

Ada dua hal yang berperan dalam memahami simbol signifikan ini, yaitu pikiran (mind) dan diri (self). Mind, kata Mead (Ritzer & Goodman, 2005: 280) merupakan respons dari sesuatu atau respons dari komunikasi dari keseluruhan, sedangkan self kemampuan untuk menerima diri sebagai objek dan subjek dari hubungan-hubungan yang dilakukan. Artinya, setelah manusia merespons dari komunikasi, ia akan tampil membawa Konsep-konsep, haik keberadaannya sebagai objek maupun sebagai subjek dari keputusan konsep-konsep yang disusun.


 

BAB III

PENUTUP

A.   Kesimpulan

Dalam teori dramaturgi ketika dalam melakukan komunikasi, orang akan mengembangkan perilaku-perilaku guna tercapainya maksud dari tujuan pesan yang disampaikan. Jadi, ketika berkomunikasi dan berinteraksi diri bukan milik dengan pertunjuk nalnya aktor yang berkomunikasi, tetapi lebih dari hasil interaksi atau komunikasi di antara seseorang atau aktor.

Sedangkan dalam teori interaksionisme dalam melaksanakan komunikasi ada dorongan yang menyebabkan terjadinya komunikasi itu, motif yang mendorong seseorang untuk dapat mengungkapkan hasrat atau pesan pada seseorang. Setelah terjadi peristiwa komunikasi, satu sama lain membangun persepsi atau menyelidik untuk mendapatkan pemahaman satu dengan yang lainnya. Dari pemahaman itu muncul manipulasi atau disebut juga strategi untuk menentukan tindakan. Tindakan itu kemudian direalisasikan.

B.   Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas penulis menyarankan kepada pembaca terkhusus mahasiswa program studi ilmu perpustakaan untuk menambah dan memperluas pengetahuannya mengenai teori-teori dalam klomunikasi antarpribadi agar nantinya dapat diimplementasikan ke dalam dunia kerja di dunia perpustakaan.  

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Hanani, Silfia. 2017. Komunikasi Antarpribadi: Teori dan Praktik. Yogyakarta: A-Russ Media

Comments

Popular posts from this blog

Makalah tentang Siklus Transfer Informasi

Makalah tentang Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih (Good and Clean Governance)

Laporan Analisa Film Hacker (2016)